SISTEM  INKUISITUR DAN AKUSATUR

DALAM PEMBERITAAN MEDIA

( STUDY KASUS BULOGGATE AN. SUWONDO )

 1.       Latar Belakang Permasalahan

  1. Kasus skandal ‘Bulloggate’ segera menyita perhatian publik setelah  Rizal Ramli, yang menjabat Kabulog  saat itu, memberikan keterangannya di depan Komisi III DPR RI pada tanggal 2 Mei 2000 mengenai keterlibatan Suwondo, mantan tukang pijat Presiden Abdurrahman Wahid, dalam penyelewengan dana Yayasan Yanatera milik pegawai Bulog sebesar 3 Milyar rupiah.
  2. Suwondo yang merupakan tokoh kunci (key suspect) kasus ini pada tanggal 14 Oktober 2000 telah ditangkap oleh Ditserse Polda Metro Jaya di sebuah villa daerah puncak Bogor setelah dinyatakan buron oleh Kapolri  Jenderal Pol Drs. Rusdiharjo pada tanggal 27 Mei 2000.
  3. Tingginya perhatian publik ini karena selain adanya keterlibatan elite politik dalam skandal tersebut juga peran media massa/pers yang menyajikan berita ini dengan gencarnya sebagaimana  fungsinya sebagai kontrol sosial.
  4. Setelah melakukan penangkapan terhadap tersangka Suwondo, Polri dalam hal ini penyidik  Ditserse Polda Metro Jaya akan segera melakukan kegiatan penyidikan berupa pemeriksaan terhadap tersangka Suwondo.
  5. Pers dalam pencarian berita/informasi dengan berdalih adanya kebebasan pers  dan  transparansi sering berusaha meminta kepada penyidik (Polri) untuk segera mengekspose/menggelar hasil pemeriksaan tersangka yang ditangani penyidik di depan para wartawan (pers conference). Bahkan terkadang para kuli tinta/disket ini ingin dapat secara langsung mewawancarai tersangka tersebut.  Dan hal ini juga terjadi dalam kasus tertangkapnya tersangka Suwondo  yang sampai saat ini masih dalam tahap pemeriksaan Ditserse Polda Metro Jaya. (Media Indonesia hari Senin tanggal 16 Oktober 2000 kolom ‘Suwondo Tertangkap’).

2.       A n a l i s a

  1. Dalam Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disepakati bahwa untuk istilah kebebasan pers diganti dengan kemerdekaan pers.  Sebagaimana di atur dalam pasal 1 Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers, kemerdekaan pers  adalah salah satu wujud dari kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum.  Asas-asas tersebut  tentunya wajib dijadikan landasan bagi seorang wartawan/jurnalis dalam menjalankan fungsi profesinya sebagai media nasional, pendidikan, hiburan, kontrol sosial maupun lembaga ekonomi yang wajib memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan serta asas praduga tak bersalah.
  2. Dalam peradilan pidana dikenal akan adanya  2 (dua) sistem pemeriksaan, yaitu ;

1)        Sistem Accusatoir ;

a)         Dalam pemeriksaan dengan sistem ini, tersangka atau terdakwa diakui sebagai subyek pemeriksaan  dan diberikan kebebasan kebebasan seluas-luasnya untuk melakukan pembelaan diri atas tuduhan atau dakwaan yang  ditujukan atas dirinya.

b)         Pemeriksaan Accusatoir dilakukan dengan pintu terbuka, artinya semua orang dapat dan bebas melihat jalannya pemeriksaan itu.

c)         Pemeriksaan Accusatoir diterapkan dalam memeriksa terdakwa di depan sidang pengadilan.

2)        Sistem Inquisitoir ;

a)         Sistem pemeriksaan sistem inquisitoir adalah suatu pemeriksaan dimana tersangka atau terdakwa dianggap sebagai obyek pemeriksaan. Tersangka atau terdakwa dalam sistem ini tidak mempunyai hak untuk membela diri.

b)         Pemeriksaan Inquisatoir ini dilakukan dengan pintu tertutup, artinya tidak semua orang dapat dan bebas melihat jalannya pemeriksaan itu.

c)         Pemeriksaan inquisitoir digunakan dalam memeriksa tersangka pada tingkat penyidikan penyidikan.

  1. Dalam usaha untuk menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia serta martabat manusia, sesuai dengan dasar dan falsafah hidup bangsa dan Negara Indonesia, maka  Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, telah meletakkan perubahan pada sistem pemeriksaan permulaan dan pemeriksaan persidangan dengan meninggalkan sistem pemeriksaan atas landasan HIR, bahkan sama sekali bertolak belakang. Perubahan yang mendasar ialah diletakkannya tersangka sebagai subyek yang mempunyai hak untuk membela diri di dalam pemeriksaan permulaan di muka penyidik/penyelidik dengan didampingi penasihat hukum. Penasehat hukum ini dapat mengikuti jalannya pemeriksaan secara pasif  dengan melihat dan mendengar pemeriksaan yang dilakukan penyidik terhadap tersangka.
  2. Dalam KUHAP terdapat dua golongan mengenai pemeriksaan terhadap orang yang disangka dan orang yang didakwa melakukan tindak pidana yaitu ;

1)       pemeriksaan permulaan (vooronderzoek), yang dilakukan oleh penyidik dan menganut sistem pemeriksaan              inquisitoir yang lunak.

2)       Pemeriksaan persidangan (gerechtelijk onderzoek), yang dilakukan oleh hakim, dianut sistem pemeriksaan accusitoir.

  1. Suwondo yang masih dalam pemeriksaan penyidik Polda Metro Jaya tentunya mempunyai hak-hak yang dijamin oleh undang-undang sebagaimana telah diuraiakan di atas. Dan karena pemeriksaan saat ini masih dalam tahap pemeriksaan permulaan /tahap penyidikan dimana tidak semua orang dapat dan bebas melihat jalannya pemeriksaan (sistem inquisitoir), Suwondo mempunyai hak untuk tidak diliput oleh pers/media massa terhadap jalannya pemeriksaan yang telah dilakukan terhadapnya. Begitu pula dengan penyidik Polri dan penasehat hukum tersangka bahwa selain  untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut dan dalam upaya menjamin hak-hak Suwondo  sebagai tersangka,  penyidik maupun penasehat hukum dibenarkan oleh hukum untuk menolak permintaan pers memberikan keterangan mengenai  jalannya pemeriksaan tersangka Suwondo.  Jadi bukan  kondisi kesehatan tersangka yang menjadi alasan untuk menolak dalam memberikan keterangan kepada pers tentang jalannya pemeriksaan namun karena sistem pemeriksaan telah mengaturnya.
    1. Kebebasan pers yang dikembangkan oleh para wartawan saat ini hendaknya tidak harus menjadi ‘kebablasan’ pers karena kebebasan pers ini ada batasannya/limitatif dan harus berlandaskan pada asaz-asaz prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Mengenai penegakan supremasi hukum hendaknya jangan  dilihat hanya pada satu sisi saja tapi hendaknya dilihat secara keseluruhan dimana hak-hak seorang tersangka seperti Suwondo yang dijamin oleh hukum/perundang-undangan juga harus ditegakkan. Kalangan pers hendaknya juga harus menegakkan asaz praduga tak bersalah dalam pembuatan berita peristiwa ini karena berita yang dibuat akan membuat terbentuknya opini masyarakat terhadap isi berita tersebut.
    2. Pemeriksaan terhadap Suwondo akan terbuka untuk umum pada saat Suwondo duduk di depan hakim dalam pemeriksaan persidangan pengadilan sebagai terdakwa yang dapat melakukan pembelaan diri sebagaimana yang ditentukan dalam sistem pemeriksaan acusitoir.

3.       Kesimpulan

    1. Pemeriksaan terhadap tersangka Suwondo yang saat ini masih dalam pemeriksaan permulaan/penyidikan Ditserse Polda Metro Jaya, dengan sistem inquisatoir yang diperlunak, maksudanya adalah tidak semua orang dapat mengikuti jalannya pemeriksaan yang dilakukan terhadapnya  dan Suwondo berhak mendapat bantuan hukum dimana penasehat hukumnya dapat melihat dan mendengar jalannya pemeriksaan.  Jadi yang dapat mengikuti jalannya pemeriksaan hanya penyidik, Suwondo dan penasehat hukumnya.
    2. Polri (penyidik), Suwondo dan penasehat hukum dapat menolak memberikan keterangan kepada pers tentang jalannya pemeriksaan karena sistem pemeriksaan mengatur untuk itu.
    3. Pers dapat mengikuti jalannya pemeriksaan Suwondo nanti pada saat Suwondo diperiksa di sidang pengadilan karena sistem pemeriksaan di pengadilan menggunakan sistem acusitoir  dimana pemeriksaannya bersifat terbuka untuk umum.